Hiatus Rasa

Djakarta. Kota pertama yang tak ingin kutinggali sebelum Kota Pahlawan. Ya, ia ada dalam urutan pertama. Sumpek, panas, tak ramah, garang, dan semua kata yang menggambarkan kerasnya kehidupan bertumpuk di kota itu. Namun, di sanalah hijrah yang sesungguhnya dimulai. Di sanalah akhirnya kehidupan mendudukkanku dengan sadar, bahwa betapa fatamorgananya kehidupan di bumi ini. Di sini.

Hijrah 2 (v); Berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan, dsb).

Makna harfiah itu benar-benar meleburkan diri dalam jalan cerita. Perpindahan demi perpindahan memberikan sesuatu yang lebih baik. Perpindahan yang justru mempertemukan dengan orang-orang pilihan Allah SWT, yang selalu memberi, menerima, menghangatkan, mengingatkan, satu tujuan. Orang-orang yang mulai mengisi kisah setelah lama kosong. Orang-orang yang mulanya asing, tetapi kini saling menghangatkan dalam peluk kebersamaan. Teman hijrah. Begitulah kami saling menyebut diri. Saat bersama maupun tidak.

Tentu, rute hijrah ini masih panjang. Teramat panjang hingga tak tampak ujungnya. Wallahu’alam bishawab, hanya Allah Yang Maha Tahu. Perjalanan menuju baik ini masih penuh terjal. Pintu dosa masih sering mengetuk-ngetuk. Begitu banyak aib ini yang Allah tutup. Belum, diri ini belum sepenuhnya baik, jauuuh sekali dari kata baik. Namun berusaha membungkus diri dengan iman menjadi satu-satunya senjata untuk melawan (nafsu). Bernaung di antara teman-teman hijrah yang saling menguatkan saat futur datang.

Dan tentu, Allah-lah Sang Maha Kasih dan Sayang itu. Yang selalu memberi kesempatan. Yang membiarkan ini semua terjadi. Yang selalu merindu kami saat kami terlalu terpikat kefanaan dunia. Yang memeluk kami dengan eratnya ketika langkah ini mendekat setelah lelah mengejar dunia fana. Yang selalu mencintai kami meski terkadang kami lupa hakikat kami diciptakan. Yang mengizinkan kami untuk kembali, dan merasakan nikmat iman.

Jadi, di Djakarta-lah senja baru terlahir dengan warnanya tersendiri. Yang menyinari hati dengan jingganya. Membawa kembali. Pulang kepada Sang Pemilik kami. Dan teruslah menjinggakan jalan kami hingga perpindahan ini sampai di titik usai.

#SenjadiDjakarta