Berdamailah dengan Waktu

Menjelang setahun
Tidak ada yang tahu mengapa waktu melesat begitu cepat, melebihi jatuhnya galaksi. Yang pasti hanya ia tak mungkin kembali pada orbitnya. Yang ia tahu hanya garis lesat cahaya untuk tiba di tujuan. Bahkan, tak ada yang mengetahui di mana ia akan sampai. Karena hanya ia yang tahu.

Buih-buih waktu terus memecah di antara kepulan secangkir kopi pagi. Entah tecerna atau tidak, entah tertelan atau tidak, pahit tak kan tertutupi oleh hangat dan ruas-ruas aromanya. Ketika detik menjalankan tugasnya, maka arloji meniup-niup udara untuk mengganti hari. Mengganti malam. Tanpa satu pun makhluk menyadari, hari telah berganti.

Apa yang tergenggam hari ini adalah yang terimpikan beberapa waktu lalu. Apa yang terpendam dalam benak hari ini ialah angan yang harus terwujud bersama waktu kelak. Dan apa yang tersimpan merupakan serat-serat nadi yang selalu bisu. Lalu, akankah terus demikian tertuntut untuk?
Sedangkan bisa saja kau lupa menikmati dirimu hari ini padahal waktu akan berhenti bekerja untukmu?

Setahun sudah
Saat dahan mengetuk-ngetuk langit malam, ia mengabarkan bahwa menjejaki pergantian waktu telah menjadi titah kelopakmu lebih dari tiga ratus hari.
Mengkremasi dan menahbiskan penggalan-penggalan jantung pada dinding waktu ialah satu-satunya pilihan. Jadi, sadarkah bahwa ini telah setahun?

Surabaya, 23:12.