Pijar Terakhir di Pengujung Desember

Hai, Senja. Apa kabar?

Sepanjang tahun ini, pijarmu tampak meredup dan menyamar, lalu menghilang terseret ufuk barat. Tak lagi kudengar kabar apa pun tentang elegimu. Aku harap kau baik-baik saja.

Oh ya, sepanjang tahun ini, ada banyak sekali hal yang sengaja terlewatkan. Tak tersentuh.
Uluran tali-tali itu pun tak terhiraukan. Rindu-rindu menggumpal menjadi daging. Tak terhitung berapa ton yang luruh.
Sepanjang tahun ini, terlewati dengan banyak renungan. Namun lebih banyak peralihan yang membuat semuanya tampak baik. Hingga benar-benar baik.
Sepanjang tahun ini, aku layaknya berlari mengejar waktu. Ya, aku tahu itu kebodohan. Tapi kulakukan jua. Terus menjejakkan kaki di tanah bumi tanpa memedulikan arah.
Dan lagi,
Sepanjang tahun ini, ada banyak hal yang ingin dan tak ingin kuingat, ada banyak hal yang sangat ingin kututurkan dan tak ingin kukabarkan, ada banyak hal yang hadir dan tak aku inginkan untuk hadir. Tapi, kenyataannya, semua hal itu tetap hadir dalam keinginan. Maka bisu menjadi pilihan terbaiknya.

Senja, sepanjang tahun ini, entah ada berapa banyak ruahan yang tumpah tetapi terbendung. Silih berganti. Mendikte logika. Hingga mereka berlalu meninggalkan mantra-mantra yang berdengung sepanjang tahun.
Senja, aku hanya ingin bercerita tentang sepanjang tahun ini yang tak sempat kubagi denganmu. Di mana aku tak lagi ingin menyempatkan untuk sekadar duduk menikmati secangkir jingga bersamamu. Aku harap kau mengerti.

Kini giliranmu,
Senja, pertualanganmu sepanjang tahun ini ceritakanlah.
Aku ingin mendengarnya.
Meski mungkin ini adalah pijar gamboge terakhirmu pada tahun ini.
Aku tetap ingin menikmatinya kata demi kata. Tidak ingin melewatkan…